Siswa: “Katanya Belajar di Rumah Aja, Tapi ….”
Pemerintah kita sudah menetapkan status darurat virus Corona (Covid-19). Maknanya kita dihimbau agar tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan yang terlampau mendesak. Sekolah juga ikut diliburkan tetapi menggunakan narasi belajar di rumah. Tujuannya jelas untuk menghindari kerumunadan mencegah penularan virus.
Sejatinya sewaktu diumumkan libur, para siswa merasa sedikit senang dan bahagia. Bagaimana mungkin ada orang yang murung kalau disuruh libur, iya kan? Ironisnya, setelah itu mereka dibikin kalang kabut, bingung mengerjakan tugas yang begitu banyak. Terlebih lagi, masa pandemi virus Corona yang berkepanjangan menyebabkan kita dihantui “cabin fever’. Istilah ‘cabin fever’ adalah emosi atau perasaan sedih yang muncul akibat terisolasi terlalu lama di rumah atau tempat tertentu. Jika kita tidak waspada terhadap cabin fever dan menanganinya dengan tepat, gejala cabin fever dapat menjadi masalah yang lebih serius dan tidak terkontrol. Tidak sekadar merasa bosan, kita bisa merasa kesulitan menjalani hidup di dalam rumah selama masa darurat virus Corona.
Sistem pembelajaran diganti dari yang semula tatap muka ke sistem jarak jauh, atau via daring (dalam jaringan). Sekolah diminta menerapkan sistemitu. Berbagai ruang online untuk belajar jarak jauh seperti Ruang Guru, Zenius, hingga Quipper bisa menjadi pilihan. Niat awalnya sudah bagus, melalui platform-platform tersebut para guru bisa mengirimkan materi pembelajaran lebih mudah dan murid-muridnya bisa mempelajarinya di rumah.
Namun sayangnya, harapan itu tak sepenuhnya benar di lapangan. Bukannya memberikan materi dan penjelasannya yang kreatif dan inovatif, terkadang guru dirasa malah memberikan tugas lebih banyak dari biasanya dan para murid pun harus mencari materinya sendiri. Tugas yang diberikan terlalu banyak sehingga murid bingung mana yang mau dikerjakan terlebih dahulu. Tipikal siswa yang hobi mengejar nilai dan suka mencari perhatian guru pasti repot sendiri, stres sendiri. Tapi bagi mereka yang bodo amat sama nilai, karena tugasnya yang terlampau banyak bisa jadi justru memilih tidak mengerjakannya.
Alangkah lebih baik konsep belajar daring ini bisa dikembalikan ke fitrahnya. Guru membuat materi dan memberikan tugas secara menarik, bijak, proporsional, dan tidak memberatkan siswa. Kemudian siswa mengaksesnya dan mempelajarinya. Jika ada yang kurang paham bisa ditanyakan melalui grup kelasnya. Lebih baik begitu, daripada memanfaatkan keadaan untuk memberikan tugas yang terkadang tugasnya tidak perlu-perlu sangat, dengan dalih belajar mandiri. Seolah menempatkan guru sebagai penguasa yang berhak menyuruh-nyuruh, sementara anak didiknya adalah kacung yang dibayar dengan nilai di rapor. Bukankah kita ingin mengubah sistem pendidikan yang semacam ini? Jangan-jangan harapan itu hanya pesan kosong.
Belum lagi soal kemungkinan terkena stres seperti yang saya tulis tadi. Bukannya ini berburuk sangka atau negative thinking. Tetapi coba kita cerna baik-baik. Jika tugas diberikan tidak kira-kira, tingkat stres di kalangan siswa bisa saja meningkat. Padahal dalam kondisi rawan penyakit seperti saat ini, kita memerlukan kekebalan tubuh yang baik. Sehingga tubuh kita memiliki imunitas dan terlindung dalam menghadapi penyakit dan virus. Sementara terlalu banyak stres bisa memicu hormon kortisol. Menurut beberapa studi hormon ini bisa mengurangi tingkat kekebalan tubuh. Jika diberi tugas seabrek, jangan heran apabila siswa ini bakalan stres, dan semoga saja tidak mudah disusupi virus. Yang jelas, menghindari stres ini juga sangat diperlukan. Produksi hormon serotonin, endorfin, dan hormon-hormon lain yang menimbulkan rasa bahagia juga seharusnya bisa diperhatikan dan diciptakan.
Semoga kita semua bisa menyikapi masa-masa sulit ini dengan bijak. Selalu menjaga kesehatan, tetap semangat, terus belajar dari pengalaman ini dan tak henti berdoa agar pandemi virus Corona segera berlalu. Masalah akan selalu datang tanpa kita undang dan tidak untuk dikeluhkan tetapi untuk kita selesaikan bersama. Bersama kita pasti bisa.
Rabu, 06 Mei 2020, Petrus Lego Sukmana, S.Pd.
Recent Comments